Birth Story (part 2 – habis)

Assalamu’alaikum wr. wb.

Melanjutkan artikel sebelumnya mengenai birth story yang sudah terbit setahun lalu (maaf telat ehehe), akhirnya the day, hari Jumat 4 Oktober 2019 sudah booking untuk kontrol dengan dokter obgyn yang lain (dr. Mahindria) sesuai saran keluarga. Jadwal praktik kebetulan siang jam 13.00 setelah sholat jumat. Seperti biasa, pagi2 ak ajak suami untuk powerwalk (jalan cepat) kurang lebih 2,5km selama 30 menit. Suami ak suruh sebagai pacer biar tau ak jalannya seberapa cepat, dia pake garmin. Habis powerwalk, isi tenaga dg sarapan dan istirahat bobok :D, capeeek hahaha…

Bangun bobok, kira2 pukul 10.00 ak yoga sendiri di rumah, tentunya dengan gerakan yg sudah diajarkan oleh instruktur prenatal gentle yoga. Kuulangi gerakannya di rumah dengan matras, balok, dan gymball. Keringat bercucuran, istirahat dan mandi keramas. Setelah selesai mandi, ak merasa ada air yg menetes2 tapi bukan air kencing karena tdk bisa ditahan. Buru2 kuselesaikan pakai baju dan lari ke kamar buat ambil kertas lakmus. Aku cek apakah itu air ketuban?

Ternyata benar, kertas lakmus biruku tetap berwarna biru setelah kutetesi air tersebut. Artinya yg menetes itu benar air ketuban yg merembes. Tepat saat itu suamiku pulang disusul juga oleh ibu mertua (bumer). Jangan panik! Segera pakai pembalut biar air ketuban gak kemana2 dan siap2 ke RS karena waktunya kontrol. Tak lupa juga persiapan bawa koper kali aja memang waktunya mau lahiran. Suami pergi ke masjid dulu untuk sholat jumat.

Selesai sholat jumat, ak, suami, dan bumer langsung ke RS UII tempatku kontrol dokter obgyn. Daftar ke admisi dan langsung ke poli obgyn, saat itu nomor 9 tetapi karena pasien pada belum datang jadilah nomor 1. Sekitar jam setengah 2 diperiksa oleh dokter obgyn, memang benar air yang keluar rembesan air ketuban, tetapi belum ada bukaan sama sekali. Aku pun belum merasakan kontraksi intens dan masih biasa aja. Dokter menyarankan untuk langsung booking kamar karena air ketuban sudah rembes, plasenta sudah pengapuran tetapi belum ada bukaan. Ak disuruh cek lab dan CTG. Kalo memang belum bukaan dan hasil CTG bagus dokter menyarankan diinfus dan induksi atau bisa juga SC kalo gak ada kemajuan karena air ketuban makin berkurang. Setelah kontrol ak langsung chat mb ajeng (asistennya budhe yessi di bidan kita) dan mb fika (instruktur yoga di AWJ) curcol tentang kondisiku. Mengingatkan untuk gerakan buka panggul bantu pembukaan walaupun cuma boleh di tempat tidur karena air ketuban sudah ngalir terus.

Alhamdulillaah saat CTG sejam-an (karena CTG pertama gak keluar kertas printnya jadi diulang lagi) sudah menunjukkan kontraksi yang intens. Aku gak jadi diinfus maupun diinduksi.

Kurang lebih pukul 17.00 bidan cek VT sudah bukaan 2. Rasanya makin lama makin intens, kuingat dan coba praktekin atur napas sesuai yg diajarkan saat prenatal gentle yoga. Ternyata benar, melahirkan itu kuncinya di napas. Sempet pakai headset buat dengerin hypnobirthingnya bidan yessie tapi gak lama karena makin intens kalah sama napas.

Jam makan sore sudah datang, makanan dari RS pun hanya kusuap sedikit karena harus atur napas saat kontraksi datang, rasanya kelamaan ngunyah nasi haha…

Suamiku pun ak suruh ambil sari kurma di rumah dan beli roti buat isi tenaga karena lupa kebawa. Ak hanya bawa minuman isotonik susu dan coklat. Lalu, aku pun ditemani ibuku dan bumer bergantian karena harus gantian sholat juga. Jam 20.00 rasanya udah pengen ngejan, ibuku ak suruh manggil bidannya kemudian di cek ternyata sudah bukaan 8. Suamiku pun datang dan gantian menjagaku. Tak berselang lama bidan memperbolehkan aku untuk mengejan sembari mereka menyiapkan peralatan dan menginfokan bahwa dokter obgyn yang menanganiku sedang menangani partus di RS lain. Suamiku diberikan pilihan untuk ditangani dengan dokter obgyn yang ada sebagai penolong persalinan, suamikupun setuju dan tandatangan surat persetujuan.

Dokter obgynpun segera datang setelah bukaanku lengkap dan menginstruksi untuk mengejan dengan kuat. Ternyata posisi bayiku “mlumah” sehingga butuh kekuatan ekstra untuk mengejan. Aku pun harus berulang kali sampe rasanya tenaga habis. Untungnya dokternya sabar dan memberikan jeda untuk minum teh manis buat ngisi tenaga. Dokter terus menyemangatiku untuk mengejan, beliau bilang gak bisa bantu narik kepala karena posisi bayinya “mlumah” kalau gak bisa2 lagi terpaksa harus divakum kasihan bayinya kelamaan dan detak jantungnya makin turun. Alhamdulillaah dengan tekat yg kuat pukul 21.33 akupun berhasil melahirkan tanpa divakum walaupun harus disobek perineumku dan dijahit entah berapa 🙁

Alhamdulillah, sesuai soundingku ke dek AL, bantu bunda ya nak buat lahir normal, lancar, sehat, nyaman, minim trauma dan lahir di hari jumat malam atau weekend biar ditemani ayah. Terima kasih anakku, bayi jenius, I love you… Danurdara Alfarizqi Susanto

2 Komentar

    • makasih mbak.. iya mbak memang ilmu dari berbagai sumber itu membuat istri saya jadi ada berbagai referensi begini begitunya..
      saya jadi lebih tenang karena jujur aja dulu banyak diarahkan istri terkait kandungan dan kelahiran anak kami..

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.


*